TEORI
INTERAKSI SIMBOLIK
Perspektif
interaksi simbolik sebenarnya berada dibawah payung perspektifyang lebih besar
yang sering disebut perspektif fenomenalogis atau interpretif. Fenomenalogis
sebagai suatu istilah generik untuk merujuk kepada semua pandangan ilmu sosial
yang menganggap kesadaran manusia dan makna subjektifnya sebagai fokus untuk
memahami tindakan sosial. Bogdan dan Taylor mengemukakan bahwa dua pendekatan
fenomenalogis adalah interaksionisme simbolik dan etnometodologi. Interaksionisme simbolik mewarisi tradisi dan posisi intelektual yang
berkembang di Eropa pada
abad 19. Sebagian
pakar berpendapat teori interaksi simbolik khususnya dari george herbert mead,
seperti teori etnometodologi dari Harold Garfinkel yang juga berpengaruh di Amerika,
serta teori fenomenalogidari Alfred Schutz yang berpengaruh di Eropa,
sebenarnya berada dibawah payung teori tindakan sosial yag dikemukakan filosof
dan sekaligus ssiologi jerman, max weber ( 1864- 1920), meskipun weber bukan
seorang interpretivis murni. Meskipun teori
interaksi simbolik tidak sepenuhnya mengadopsi teori Weber namun pengaruh Weber
cukup penting. Salah satu pandangan Weber yang dianggap relevan dengan
pemikiran Mead, bahwa tindakan sosial bermakna jauh, berdasarkan makna
subyektifnya yang diberikan individu-individu. Tindakan itu mempertimbangkan
perilaku orang lain dan kerenanya diorientasikan dalam penampilan
(Mulyana,2002).
Weber mendefinisikan tindakan sosial
sebagai semua prilaku manusia ketika dan sejauh individu memberikan suatu makna
subjektif terhadap perilaku tersebut. Bagi Weber, jelas bahwa tindakan manusia
pada dasarnya bermakna, melibatkan penafsiran, berfikir, dan kesengajaan.
Tindakan sosial baginya adalah tindakan yang disengaja, disengaja bagi orang
lain dan bagi sang aktor sendiri, yang pikiran – pikirannya aktif menafsirkan
perilaku orang lainnya, berkomunikasi satu sama lain, dan mengendalikan
perilaku dirinya masing – masing sesuai dengan maksud komunikasinya. Paham ini
menolak gagasan bahwa individu adalah organisme pasif yang perilakunya
ditentukan oleh kekuatan – kekuatan atau struktur yang ada diluar dirinya. Oleh
karena individu terus berubah maka masyarakatpun berubah melalui interaksi.
Jadi interaksilah yang diangap variabel penting yang menetukan perilaku
manusia, bukan struktur masyarakat.
Senada dengan asumsi diatas, dalam
fenomenologi Schutz, pemahaman atas tindakan, ucapan dan interaksi merupakan
persyaratan bagi eksistensi sosial siapa pun. Schutz yang pengikut Edmund
Husserl namun menolak gagasan “ subjektivisme murni” gurunya tersebut
menempatkan konsep “intersubjektivitas”
pada jantung teorinya, yang kemudian sangat berpengaruh.
Dalam pandangan schutz katagori
pengetahuan pertama bersifat pribadi dan unik bagi setiap individu dalam
interaksi tatap muka dengan orang lain. Katagori pengetahuan kedua adalah berbagi
pengkhasan (typication) yang telah
terbentuk dan dianut semua anggota budaya, terdiri dari mitos, pengetahuan
budaya, dan akal sehat (common sense).
Akar teori
interaksi simbolik
Dalam pengembangan pengetahuan,
suatuteori model sering diilhami oleh teori atau model sebelumnya, meskipun
teori yang muncul kemudian itu hingga derajat tertentu juga menampakkan
orisinalitasnya. Dalam ilmu alam misalnya teori newton diilhami oleh rangkaian
teori sebelumnya, seperti pandangan copernicus yang revolusioner, teori Galileo,
pengamatan Tycho Brahe yang digarap Kepler. Begitupun dalam ilmu sosial,
seperti teori interaksi simbolik. Banyak pakar setuju bahwa pemikiran George
Herbert Mead, sebagai tokoh sentral teori ini, berlandaskan beberapa cabang
filsapat antara lain pragmatisme dan behaviorisme.
Pragmatisme
Dirumuskan oleh John Dewey, William
James, Charles Peire, dan Josiah Royce, aliran filsafat ini memiliki beberapa
pandangan. Pertama, realitas yang
sejati tidak pernah ada di dunia nyata, melainkan secara aktif diciptakan
ketika kita bertindak di dan terhadap dunia. Kedua, kaum pragmatis juga percaya bahwa manusia mengigat dan
melandaskan pengetahuan mereka tentang dunia pada apa yang terbukti berguna
bagi mereka. Ketiga, mannusia
mendefenisikan objek fisik dan objek sosial yang mereka temui berdasarkan
kegunaannya bagi mereka, termasuk tujuan mereka. Keempat, bila kita ingin
memahami orang yang melakukan tindakan (aktor), kita harus mendasarkan
pengalaman itu pada apa yang sebenarnya mereka lakukan di dunia. Maka, yang
terpenting untuk diamati adalah apa yang manusia lakukan dalam situasi mereka yang sebenarnya, didalam kehidupan
sehari – hari, bukan dalam laboratorium yang dibuat-buat.
Behaviorisme
Meskipun pandangan interaksi
simbolik sangat berbeda dengan behaviorisme, pandangan mead dipengaruhi oleh
paham tersebut. Mead setuju dengan behaviorisme dalam arti manusia harus
dipahami berdasarkan apa yang mereka lakukan. Untuk membedakan dengan
behaviorisme john b watson, tokoh utama behaviorisme, mead menyebut pandanganya
sebagai behaviorisme sosial (social
behaviorism). Menurut mead behaviorisme sosial merujuk pada deskripsi perilaku pada tingkat yang
khas manusia. Jadi, dalam pandangan behaviorisme sosial, konsep mendasarnya
adalah tindakan sosial (social act),
yang juga mempertimbangkan aspek tersembunyi perilaku manusia. Mead menganggap
aktivitas tersembunyi ini justru yang membedakan perilaku manusia dengan hewan
lebih rendah. Dapat disimpulkan bahwa mead memperluas teori behavioristik ini
dengan memasukkan apa yang terjadi antara stimulus dan respons itu. Ia
berhutang budi pada behaviorisme sekaligus memisahkan diri darinya, karena bagi
mead manusia jauh lebih dinamis dan kreatif
Teori
evolusi darwin
Teori lain yang diangap
mempengaruhipandangan mead adalah teori Charles Darwin tentang evolusi.Dia sangat tekun dalam mempelajari
dan mendalami pemikiran dari Charles Darwin, meskipun dia bukan termasuk
darwinisme social yang mana merupakan unsur paling penting dalam perspektif
ilmu sosial, tetapi Mead sangat mengagumi konsep tentang evolusi Darwin karena
konsep tersebut dianggap Mead sebagai petunjuk dengan menekankan pada proses,
perubahan, ketidakstabilan dan perkembangan sebagai esensi dari sebuah
kehidupan social. Mead menerima prinsip Darwin bahwa organism terus menerus
terlibat dalam usaha menyesuaikan diri dengan lingkungannya, dan lewat dari
proses inilah karakter dari suatu organisme mengalami proses perubahan yang
terus menerus atau dinamis. Pemikiran Mead tentang teori Darwin adalah bahwa
pikiran atau kesadaran manusia sejalan dengan kerangka evolusi dari teori
Darwin. Mead melihat bahwa pikiran manusia sebagai suatu hasil yang muncul
melalui proses evolusi yang ilmiah dan pikiran tersebut akan terus berkembang
sejalan dengan dinamika yang muncul serta prosedur yang telah dilewati.
Inti teori interaksi simbolik
Beberapa orang ilmuan punya andil utama sebagai perintis
interaksionisme simbolik : James Mark Baldwin, William James, Charles Horton
Cooley, John Dewey, William I. Thomas, dan George Herbert Mead. Akan tetapi
dari semua itu, meadlah yang paling populer sebagai peletak dasar teori
tersebut. Mead mengembangkan teori interaksi simbolik tahun 1920-an dan 1930-an
ketika ia menjadi profesor filsafat di Universitas Chicago. Dikenal telah
mengajar satu generasi ilmuan yang brilian dalam bidang mereka, mead menulis
banyak artkel. Namun gagasan – gagasanna mengenai interaksi simbolik berkembang
pesat setelah para mahasiswanya menerbitkan catatan – catatan dan kuliah –
kuliahnya, terutama melalui buku yang menjadi rujukan utama teori interaksi
simbolik, yakni mind, self and society
( 1934), yang terbit tak lama setelah mead meninggal dunia.
Esensi interaksi simbolik adalah suatu aktivitas yang
merupakan ciri khas manusia, yakni komunikasi atau pertukaran simbol yang
diberi makna. Blumer mengintegrasikan gagasan – gagasan interaksi simbolik
lewat tulisannya, terutama pada tahun 1950-an dan 1960-an, diperkaya
dengangagasan-gagasan dari John Dewey, William I Thomas, dan Charles H Cooley. Hal
itu mereka lakukan lewat interpretasi dan penelitian – penelitian mereka untuk
menerapkan konsep – konsep dalam teori mead tersebut.
Interaksi simbolik juga telah mengilhami perspektif –
perspektif lain, seperti teori penjulukan (labeling
theory) dalam studi tentang peyimpangan perilaku (deviance), perspektif dramaturgis dari Erving Goffman, dan
etnometodologi dari Harold Garfinkel. Perspektif interaksi simbolik berusaha
memahami perilaku manusia dari sudut pandang subjek. Dalam pandangan yang
ditegaskan blumer, proses sosial dalam kehidupan kelompoklah yang menciptakan
dan menegakkan aturan – aturan, bukan aturan
- aturan yang menciptakan dan menegakkan kehidupan kelompok. Menurut
teori interaksi simboli, kehidupan sosial pada dasarnya adalah interaksi
manusia dengan menggunakan simbol – simbol.
Secara ringkas interaksionisme simbolik didasarkan premis –
premis berikut. Pertama, individu
merespon suatu situasi simbolik. Mereka merespons lingkungan, termasuk objek
fisik (benda) dan objek sosial ( perilaku manusia) berdasarkan makna yang
dikandung komponen – komponen lingkunan tersebut bagi mereka. Kedua, makna adalah produk interaksi
sosial, karena itu makna tidak melekat pada objek, melainkan dinegosiasikan
melalui penggunaan bahasa. Ketiga,
makna yang diinterpretasikan individu dapat berubah dari waktu ke waktu,
sejalan dengan perubahansituasi yang ditemukan dalam interaksi sosial.
George Ritzer meringkaskan teori interaksi simbolik kesalam
pinsip – prinsip, sebagai berikut :
1. Manusia, tidak seperti hewan lebih
rendah, diberkahi dengan kemampuan berfikir
2. Kemampuan berfikir itu dibentuk oleh
interaksi sosial.
3. Dalam interaksi sosial orang belajar
makna dan simbol yang memungkinkan mereka menerapkan kemampuan khas mereka
sebagai manusia, yakni berfikir
4. Makna dan simbol memungkinkan orang
melanjutkan tindakan (action) dan interaksi yang khas manusia.
5. Orang mampu memodifikasi atau
mengubah makna dan simbol yang mereka gunakan dalam tindakan dan interaksi
berdasarkan interpretasi mereka atas situasi.
6. Orang mampu melakukan modifikasi dan
perubahan ini karena, antara lain, kemampuan mereka berinteraksi dengan diri
sendiri, yang memungkinkan mereka memeriksi tahapan – tahapan tindakan ,
menilai keuntungan dan kerugian relatif, dan kemudian memilih salah satunya.
7. Pola – pola tindakan dan interaksi
yang jalin – menjalin ini membentuk kelompok masyarakat.
Teori tentang “ diri” dari George
Herbert Mead
Inti dari teori interaksi simbolik adalah teori tentang “
diri” (self) dari George Herbert Mead, yang juga dapat dilacak hingga ke
definisi diri dari Charles H Cooley. Mead seperti juga Cooley menganggap bahwa
konsepsi diri adalah suatu proses yang berasal dari interaksi sosial individu
dengan orang lain.
Cooley mendefinisikan “diri” sebagai suatu yang dirujuk
dalam pembicaraan biasa melalui kata ganti orang pertamatunggal, yaitu “aku”
(I), “daku” ( me), “milikku” (mine), dan “dirku” (myself). Ia mengatakan bahwa
segala sesuatu yang dikaitkan dengan diri menciptakan emosi yang lebih kuat
daripada yang tidak dikaitkan dengan diri, bahwa diri dapat dikenal hanya
melalui perasaan subjektif.
Sementara itu pandangan mead tentang diri terletak pada
konsep “pengambilan peran orang lain” (taking
the role of the other). Konsep mead tentang diri merupakan penjabaran “diri
sosial” (social self) yang
dikemukakan William James dan pengembangan dari teori Cooley tentang diri. Bagi
mead dan pengikutnya, individu bersifat aktif, inovatif yang tidak saja tercipta
secara sosial, namun juga menciptakan masyarakat baru yang perilakunya tidak
dapat diramalkan. Dengan kata – kata Mary Jo Deegan, individu sediri yang
mengontrol tindakan dan perilakunya, dan mekanisme kontrol tersebut terletak
pada makna yang dikonstruksi secara sosial. Jadi sekali lagi , menurut penganut
interaksionisme simbolik, perilaku manusia tidak diterministik, sebagimana yang
dianut kaum positivis, perilaku adalah produk penafsiran individu atas objek
disekitarnya.
Pentingnya Simbol dan Komunikasi
Mead menekankan pentingnya kkomunikasi, khususnya melalui
isyarat vokal (bahasa), meskipun teorinya bersifat umum. Isyarat vokallah yang
potensial menjadi seperangkat simbol yang membentuk bahasa. Simbol adalah suatu
rangsangan yang mengandung makna dan nilai yang dipelajari bagi manusia, dan
respons manusia terhadap simbol adalah dalam pengertian makna dan nilainya alih
– alih dalam pengertian stimulasi fisik dari alat-alat indranya. Simbol disebut
signifikan atau memiliki makna bila simbol itu membangkitkan pada indiividu
yang menyampaikannya respons yang sama seperti yang juga akan muncul pada
individu yang dituju.
Komunikasi melibatkan tidak hanya proses verbal yang berupa
kata, frase atau kalimat yang diucapkan dan didengar, tetapi juga proses
nonverbal. Proses nonverbal meliputi isyarat, ekspresi wajah,artefak,kontak
mata, postur dan gerakan tubuh, sentuhan, pakain, diam, temporalitas, dan ciri
paraliguistik. Manusia berinteraksi dengan cara berbeda. Konkretnya, menusia
merespons tidak anya tindakan orang lain,
melainkan juga makna, motif dan maksud tindakan tersebut. Dengan kata
lain, manusia harus mendefinisikan apa makna tindakan yang dihadapinya. Baik
komunikator maupun pengamat terlebih dahulu harus mempelajari makna kata atau
isyarat untuk berkomunikasi secara simbolik, sementara komunikasi secara
alamiah berlngsung secara naluriah dan spontan.
Pikiran
Pengunaan bahasa atau isyarat simbolik oleh manusia dalam
interaksi sosial mereka pada giirannya memunculkan pikiran (mind) dan diri (self). Hanya melalui penggunaan simbol yang signifikan, khususnya
bahasa, pikiran itu muncul, semetara hewan lebih rendah tidak berfikir, karena
mereka tidak berbahasa seperti bahasa manusia. Mead mendefinisikan berfikir(thinking) sebagai suatu percakapan
terinternalisasikan atau implisit antara individu dengan dirinya sendiri dengan
menggunakan isyarat demikian. Pikiran adalah mekanisme peunjukan diri (self-indication), untuk menunjukkan
makna kepada diri sendiri dan kepada orang lain. Pikiran mengisyaratkan
kapasitas dan sejauhmana manusia sadar akan diri mereka sendiri, siapa dan apa
mereka, objek disekitar mereka dan makna objek tersebut bagi mereka. Mead juga
melihat pkiran dengan cara yang pragmatik. Pikiran melibatkan proses berfikir
yang diarahkan untuk memecahkan masalah. Dunia nyata penuhdengan problem –
problem, dan fungsi pikiran adalah berusaha memecahkan problem – problem
tersebut sehingga orang – orangdapat bekerja lebih efektif lagi di dunia.
Perkembangan “diri”
Sebagaimana pikiran berkembang, begitu juga diri (self),
sejalan dengan sosialisasi individu dalam masyarakat. Diri merujuk pada
kapasitas dan pengalaman yang memungkinkan manusia menjadi objek bagi diri
mereka sendiri. Kemunculannya bergantung pada kemampuan individu untuk
mengambil peran orang lain dalam lingkungan sosialnya. Perkembangan diri secara
jelas dapat diamati pada anak – anak. Menurut Mead, perkembangan diri terdiri
dari dua tahap umum yang ia sebut tahap permainan ( play stage) dan tahap pertandingan (game stage). Tahap permainan adalah perkembangan pengambilan peran
bersifat elementer yang memungkinkan anak – anak melihat diri mereka sendiri
dari perspektif orang lain yang diangap penting (significant others),khususnya orang tua mereka. Tahap pertandingan
berasal dari proses pengambilan peran dan sikap orang lain secara umum ( generalized others), yaitu masyarakat
umumnya.
Kritik atas teori interaksi simbolik
Teori Mead khususnya yang terkandung dalam bukunya, Mind,
Self And Society, ( 1934), sangat sulit dipahami. Salah satu sebabnya, mungkin
karena buku itu tidak ditulis oleh mead sendiri, melainkan oleh para mahasiswanya.selain
itu faktor yang membuat teori Mead ini samar adalah pandangannya tentang
perilaku manusia yang emergent, ang
mau tidak mau memaksanya untuk merasa perlu menemukan keseimbangan kontinuitas
perilaku hewan lebih rendah dan perilaku manusia di satu pihak dan kebaruan
perilaku manusia di pihak lain.
Kritik lain adalah, seperti dikemukakan McCall dan Becker,
bahwa interaksionisme simbolik terlalu menekankan aspek mikro masyarakat,
interaksi tatap muka, alih – alih sifat struktural masyarakat. Suatu kritik
lain datang dari Eugene Weisntein dan Judith Tanur yang menyatakan bahwa hanya
karena isi kesadaran bersifat kualitatif, tidak berarti ekspresi luarnya tidak
dapat di kode,diklasifikasikan, atau bahkan dihitung.
Contoh dari
interaksi simbolik
Sebagai contoh dari interaksi
simbolik yang terjadi di dalam masyarakat yaitu ketika kita bertannya kepada
seseorang tentang suatu tempat yang akan kita kunjungi, maka orang tersebut
akan memberitahukan arah yang harus kita tuju, baik secara verbal maupun secara
nonverbal. Contoh secara verbal yaitu orang tersebut akan mengatakan kita harus
menuju ke rah timur. Artinya arah timur yang dimaksud oleh orang yang meemberi
stimulus tersebut dengan kita yang merespons memiliki citra yang sama yaitu
arah terbitnya matahari. Selanjutnya contoh secara nonverbal yaitu orang
tersebut selain mengatakan ke arah timur juga memberi tanda dengan tangannya
dengan menunjuk ke arah yang dimaksud, menunjuk dengan tangan ini yang dimaksud
dengan simbol komunikasi nonverbal yang fungsinya mempertegas simbol verbal
tersebut.